Halaman

Selasa, 28 Februari 2012

Dampak Negatif Kegiatan Penambangan Bagi Perairan.


Deskripsi: Ilustrasi-Tambang Emas/Admin (kontan.co.id)kegiatan penambangan apabila dilakukan dikawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan, dan apabila dikawasan perairan akan merusak lingkungan perairan dan akan mempengaruhi ekosistem yang ada. Apabila tidak di kelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan secara keseluruhan, baik dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.
Pencemaran lingkungan adalah suat keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara, dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb) sebagai perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).
Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh kasus keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional merupakan bagian besar limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan, terutama perairan.
Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas. 
Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). 
Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila bercampur dengan enzime di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzime untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifatnya beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf.
Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan refisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.
kerusakan Lingkungan
Kegiatan penambangan khususnya Mangan dan lain-lain dikenal sebagai kegiatan yang dapat merubah permukaan bumi. Karena itu, penambangan sering dikaitkan dengan kerusakan lingkungan. Walaupun pernyataan ini tidak selamanya benar, patut diakui bahwa banyak sekali kegiatan penambangan yang dapat menimbulkan kerusakan di tempat penambangannya.
Akan tetapi, perlu diingat pula bahwa dilain pihak kualitas lingkungan di tempat penambangan meningkat dengan tajam. Bukan saja menyangkut kualitas hidup manusia yang berada di lingkungan tempat penambangan itu, namun juga alam sekitar menjadi tertata lebih baik, dengan kelengkapan infrastrukturnya. Karena itu kegiatan penambangan dapat menjadi daya tarik, sehingga penduduk banyak yang berpindah mendekati lokasi penambangan tersebut. Sering pula dikatakan bahwa bahwa kegiatan penambangan telah menjadi lokomotif pembangunan di daerah tersebut.
Akan tetapi, tidaklah mudah menepis kesan bahwa penambangan dapat menimbulkan dampat negatif terhadap lingkungan. Terlebih-lebih penambangan yang hanya mementingkan laba, yang tidak menyisihkan dana yang cukup untuk memuliakan lingkungannya.
Hal ini dapat dipahami jika disadari bahwa infestasi telah menelan banyak biaya, yang bila semuanya dihitung dengan harga dana, yaitu bunga pinjaman, maka faktor yang paling mudah dihapuskan adalah faktor lingkungan. Kesadaran manusia untuk meningkatakan kualitas lingkungan dan memperhitungkannya sebagai baya dalam kegiatan tersebut, atau dikenal sebagai Internasionalisasi biaya eksternal, menyebabkan perhitungan cost-benefit suatu penambangan berubah. Dalam hal ini, faktor harga komoditas mineral sangat penting, tetapi lebih penting lagi pergeseran cut off grade, yaitu pada tingkat mana suatu jebakan mineral dapat disebut ekonomis. Upaya lanjutan adalah penelitian untuk meningkatkan teknologi proses.
Dampak negatif yang ditimbulkan kegiatan penambangan berskala besar, baik dalam ukuran teknologi maupun investasi, dapat berukuran besar pula. Namun pengendaliannya lebih memungkinkan ketimbang pertambangan yang menggunakan teknologi yang tidak memadai apalagi danannya terbatas.
Memang pada kenyataannya, perubahan permukaan bumi yang disebabkan oleh kegiatan penambangan terbuka dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan. Hal ini disebabkan kerena dengan mengambil mineral seperti Mangan tubuh tanah atau soil harus dikupas sehingga hilanglah media untuk tumbuh tumbuhan dan pada akhirnya merusak keanekaragaman hayati yang ada di permukaan tanah yang memerlukan waktu ribuan tahun untuk proses pembentukannya.
Di samping pengupasan tubuh tanah atau soil dan bopeng-bopengnya permukaan bumi, penambangan juga menghasikan gerusan batu, mulai dari yang kasar sampai yang halus yang merupakan sisa atau ampas buangan disebut Tailing. Dan biasanya selalu menggunung di lokasi penambangan atau dibuang ke sungai sehingga menyebabkan banjir dan sungai mengalami kedangkalan. Selain itu juga bisa berakibat pada pencemaran sungai yang menyebabkan ekosistem sungai bisa terganggu. Manusia yang ditinggal disekitar sungai juga akan terkena dampak dari pencemaran ini.
Pada dasarnya ada beberapa akibat penambangan terhadap perairan. Penumpukan subtrat partikel kecil yang di akibatkan oleh tanah hasil tambang, akibatnya air menjadi keruh sehingga intensitas cahaya menjadi berkurang. Selain itu air akan mengandung logam berat berbahaya baik bagi manusia, tumbuhan dan makhluk hidup penghuni perairan pada umumnya. Jenis biota yang  menempati wilayah air akan terganggu kerena yang dulunya merupakan tempat tinggal, memijah dan berkembang biak telah rusak, selanjtnya hewan ini tidak menemukan tempat yang sesuai serta tidak mampu menyesuikan diri dan akhirnya mati. Logam-logam atau zat berbahaya yang sering di jumpai di perairan ini antara lain:
1.      Antimoni (Sb), sudah dikenal sejak abad ke-17. Terdiri dari dua bentuk, metal padat bewarna perak dan serbuk halus bewarna abu-abu. Banyal digunakan dalam industri untuk menguatkan metal lainnya. Juga untuk baterai, peluru, dan pelapis kabel.
2.      Arsenik (As), adalah logam toksik yang terdapapat di di alam, air, dan batu. Berwarna abu-abu, berbentuk kristal, dan rapuh. Jika di konsumsi dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan Kematian dan penyakit lain, susah dideteksi karena tidak berbau dan terasa.
3.      Merkuri (Hg) atau air raksa, sudah digunakan sejak masa Mesir kuno 1.500 tahun sebelum Masehi. Keracunan merkuri mengakibatkan kerusakan permanen pada otak, sistem saraf, paru-paru, usus, ginjal, dan bahkan Kematian.
Alternatif menanggulangi kerusakan akibat penambangan antara lain
ü  Perlunya Peraturan Daerah bahwa penambangan seharusnya memilki izin sehingga tidak menjadi beban masyarakat yang merasakan dampak negatifnya.
ü  Pengolahan limbah yang ramah lingkungan, pada dasarnya limbah ini akan mencemari perairan sehingga kelangsungan biota dan kualitas air menjadi tidak seimbang.
ü  Melakukan penutupan tambang yang sudah tidak di gunakan (reklamasi), sebab tambang yang tidak di gunakan ini mengandung lumpur, lumpur ini saat hujan tiba akan terbawa ke hilir sungai dan mencemari.
ü  Perlunya penyuluhan kepada masyarakat, dengan adanya penyuluhan diharapkan masyarakat yang bekerja menambang sadar akan dampak lingkungan, maupun dirinya sendiri karena biasanya penambang berhubungan langsung dengan logam berat (Hg)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar