Halaman

Senin, 27 Februari 2012

PENYEBARAN, JENIS, DAN PERMASALAHAN HUTAN MANGROVE DI KOTAWARINGIN BARAT

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat memiliki luas wilayah sebesar 1.075.900 Ha atau sekitar 62 % dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Tengah. Dari 1.075.900 Ha terdapat 84.400 Ha untuk wilayah hutan mangrove, sebagian diantaranya merupakan daerah pesisir yang memiliki sekitar 6.000 Ha hutan mangrove (Data Dinas Kehutanan2010dalam Anonim 2010). Kabupaten Kotawarigin Barat terletak di daerah khatulistiwa dan terlingkup pada batasan geografis daerah Bujur Timur (BT): 110o25’-112o50’ dan Lintang Selatan (LS): 1o19’-3o36’yang berbatasan dengan Kabupaten Lamandau di sebelah utara, Seruyan di sebelah timur, Kabupaten Sukamara disebelah barat dan Laut Jawa di sebelah selatan(Dinas Kelautan dan Perikanan 2007).
Kabupaten Kotawaringin Barat memiliki potensi pembangunan di wilayah pesisir dan laut yang cukup besarkarena didukung oleh adanya ekosistem dengan produktivitas hayati yang tinggi seperti estuaria dan hutan mangrove. Sumberdaya hayati yang terdapat dalam hutan mangrove pada kawasan ini memiliki potensi keragaman dan nilaiekonomis yang tinggi, serta dapat dijadikan sebagai sumberdaya pesisir.
Hutan mangrove merupakan salah satu dari banyaknya sumberdaya perairan yang ada di Kotawaringin Barat. Hutan mangrove sebagai salah satu sumberdaya alam yang potensial yang cukup lama diusahakan. Pada mulanya hutan mangrove dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan hidup antara lain dengan penebangan hutan mangrove untuk memperoleh kayu bakar, arang, daun untuk atap rumah dan sebagainya;serta penangkapan ikan,udang,dan jenis-jenis biota air lainnya.Masyarakat Kotawaringin Barat mengenal hutan mangrove sebagai hutan bakau. Tetapi istilah ini sebenarnya kurang tepat karena bakau (Rhyzophora sp.) adalah salah satu famili tumbuhan yang sering ditemukan dalam ekosistem hutan mangrove.Hutan mangrove di Kabupaten Kotawaringin Barat terdapat di Kecamatan Kumai, Arut Selatan, Pangkalan Lada dan Pangkalan Banteng, yaitu di sepanjang Sungai Kumai sampai dengan Desa Sebukat dan di Sungai Arut Selatan sampai dengan Desa Tanjung Putri. Kondisi penyebaran mangrove yang ada di Kabupaten Kotawaringin Barat digolongkan dalam tiga golongan yaitu kurang, sedang dan tinggi(Data Dinas Kehutanan 2010dalam Anonim 2010).
Aktivitas pemanfaatan laut yang tidak memperhatikan daya dukung suatu daerah nantinya akan berakibat buruk bagi lingkungan disekitarnya termasuk ekosistem dari biota laut yang ada di wilayah tersebut. Perkembangan wilayah laut harus disadari sebagai tantangan nyata untuk dikelola,dijaga dan diamankan bagi kepentingan masyarakat. Sumberdaya hayati laut merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki Bangsa Indonesia yang menjadi tumpuan hidup masyarakat dan pembangunan Indonesia. Semua unsur tersebut pada dasarnya saling ketergantungan dan mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya sebagai suatu sistem penyangga kehidupan. Kerusakan pada salah satu unsur pembentuknya,akan berakibat terganggunya ekosistem lain secara keseluruhan.

Tujuan dan Manfaat
Tujuan
Tujuan dari penulisan artikel ini, antara lain:
•    Sebagai pemenuhan syarat untuk mengikuti SEMILOKA.
•    Sebagai salah satu sumber informasi tentang penyebaran dan jenis hutan mangrove yang terdapat di Kabupaten Kotawaringin Barat.
•    Membantu memecahkan masalah degradasi hutan mangrove yang terjadi di Kotawaringin Barat.

Manfaat
    Manfaat dari penulisan artikel ini, antara lain:
•    Dengan mengetahuinya fungsi dari hutan mangrove, diharapkan masyarakat dapat menjaga dan melestarikan keberadaannya.
•    Meningkatkan perencanaan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut khususnya di Kabupaten Kotawaringin Barat,Provinsi Kalimantan Tengah.


HUTAN MANGROVE
Definisi Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis  yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob(Santoso dan Arifin 1998). Sedangkan menurut Depertemen Kehutanan (1994) dalam Santoso (2000), hutan mangrove adalah salah satu tipe hutan yang tumbuh didaerah pasang surut (terutama pantai yang terlindungi,laguna, dan muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Ditinjau dari sudut pandang ekologis,hutan mangrove membentuk sebuah ekosistem yang unik disebabkan pada perairan yang kadar asamnya sangat kecil (payau),dimana pada ekosistem tersebut bergabung empat unsur biologi yang sangat mendasar,yaitu daratan,air,pepohonan,dan fauna.
Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem pesisir yang unik dan rawan merupakan suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso 2000).Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga: Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen2000).
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove juga disebut hutan pantai, hutan pasang-surut, hutan payau atau bakau. Istilah bakau hanya merupakan nama dari salah satu jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove yaitu jenis Rhyzophora. Hutan Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) dan grove (English)(Nontji 1987dalam Anonim 2011).Kata mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh pada daerah interdital. Daerah interdital adalah wilayah pengaruh bawah daerah pasang surut sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan river banks(pinggir sungai)(Tomlinson 1986dalam Anonim 2011).

Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove (Santoso dan Arifin 1998). Tempat tumbuh yang ideal bagi hutan mangrove adalah di sekitar pantai yang lebar muara sungainya, delta dan tempat yang arus sungainya banyak mengandung lumpur dan pasir. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest,coastal woodland, dan hutan payau (Bengen 2001).
Menurut Anneahira (2011), ekosistem ini memiliki fungsifisik, ekonomis dan ekologis, antara lain sebagai berikut:
1.    Fungsi Fisik
a    Menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil.
b    Sebagai filter air asin untuk menjadi air tawardan bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai.
c    Mempercepat perluasan lahan.
d    Melindungi daerah dibelakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin.
2.    Fungsi Kimia
a    Hutan mangrove juga berfungsi dan bermanfaat sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang mampu menghasilkan oksigen(O2)yang bermanfaat baik bagi manusia, hewan, dan tumbuhan.
b    Untuk menyerap karbon dioksida(CO2) yang merugikan.
c    Sebagai pengolahan bahan-bahan limbah akibat pencemaran industri atau kapal-kapal yang beraktivitas di lautan.
3.    Fungsi Biologis/Ekologis
a    Tempat hidup (berlindung, mencari makan/feeding ground, tempat memijah/spawning ground dan asuhan),berbagai jenis ikan, udang, kerang,dan biota laut lainnya.
b    Sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakan cacing, kepiting dan golongan kerang/keong)
c    Tempat bersarangnya satwa liar,seperti monyet, buaya muara, biawak dan burung.
d    Penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan penting untuk hewan-hewan invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan(detritus)yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem.
e    Sebagai plasma nutfah dan sumber genetika bagi sebagian jenis hewan.
4.    Fungsi Sosial Ekonomi
a    Sebagai penghasil hutan berupa kayu, contohnya kendeka (Bruguiera symnorrhiza) dan tingi (Ceriops tagal).
•    bahan bangunan yaitu untuk dibuat papan,pagar,dinding rumah.
b    Hasil hutan bukan kayu
•    daun nipah untuk pembuatan atap rumah .
•    bahan obat-obatan (daun Bruguiera sexangula untuk obat penghambat tumor, Ceriops tagal dan  Xylocarpus mollucensis untuk obat sakit gigi, dan lain-lain) .
•    makanandan minuman (ikan/udang/kepiting, madu, dan gula nira nipah).
•    penghasil tannin(untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan penyamakan kulit).
c    Penghasil bahan bakar,yaitu kayu bakar, arang dan alkohol.
d    Tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak.
e    Lahan untuk kegiatan produksi dan tujuan lain (pemukiman, pertambangan, industri, infrastruktur, transportasi, dan rekreasi.
•    Contoh: industri kulit, bahan baku kertas dan pakaian.
Kondisi ekologi yang mengatur dan melindungi hutan mangrove, sangat tergantung pada keseimbangan dan persediaan kadar garam, air tawar,nutrisi dan subsrat yang stabil. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.Perakaran mangrove yang kuat akan mampu meredam gerak pasangsurut dan mampu terendam dalam air yang kadar garamnya bervariasi. Lebih dari itu,perakaran mangrove dapat mengendalikan lumpur sehingga mampu memperluas penambahan formasi dan permukaan tanah (surfacing land).

Ciri-Ciri Hutan Mangrove
Hutan mangrove memiliki ciri-ciri fisik yang unik dibanding tanaman lain. Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon yang selalu berdaun. Keadaan lingkungan dimana hutan mangrove tumbuh, mempunyai faktor-faktor yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya tergenang air terus menerus. Meskipun mangrove toleran terhadap tanah bergaram (halophytes), namun mangrove lebih bersifat facultative daripada bersifat obligative karena dapat tumbuh dengan baik di air tawar (Anonim 2011). Hal ini terlihat pada jenis Bruguiera sexangula, Bruguiera gymnorrhiza, dan Sonneratia caseolaris yang tumbuh, berbuah dan berkecambah di sepanjang tepian Sungai Kumai.
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan (2007), secara umum hutan mangrove memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.    Tidak dipengaruhi oleh iklim, tetapi oleh pasang surut air laut (tergenang air laut pada saat pasang dan bebas genangan air laut pada saat surut).
b.    Tumbuh membentuk jalur sepanjang garis pantai atau sungai dengan substrat anaerob berupa lempung (firm clay soil), gambut (peat), berpasir (sandy soil) dan tanah koral.
c.    Strukturtajuk tegakan hanya memilki satu lapisan tajuk (berstratum tunggal). Komposisi jenis dapat homogen (hanya satu jenis) atau heterogen (lebih dari satu jenis). Jenis-jenis kayu yang terdapat pada areal yang masih berhutan dapat berbeda antara satu tempat dengan lainnya, tergantung pada kondisi tanahnya, intensitas genangan pasang surut air laut dan tingkat salinitas.
d.    Penyebaran jenis membentuk zonasi. Zona paling luar berhadapan langsung dengan laut pada umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenisAvicennia sp. dan Sonneratia sp. (tumbuh pada lumpur yang dalam, kaya bahan organik). Zona pertengahan antara laut dan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Rhyzophora sp. Sedangkan zona terluar dekat dengan daratan umumnya didominasi oleh jenis-jenis Brugiera sp.
Sedangkan untuk ciri-ciri ekosistem mangrove terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah : memiliki jenis pohon yang relatif sedikit, memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora sp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia sp.dan pada api-api Avicennia sp.memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophorasp. memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.










Gambar . Sonneratia sp.








Gambar . Avicennia sp.










Gambar. Rhizophorasp.
Penyebaran Hutan Mangrovedi Kotawaringin Barat
Hutan mangrove dapat ditemukan dipesisir pantai wilayah tropis sampai sub tropis, terutama pada pantai yang landai, dangkal, terlindung dari gelombang besar dan muara sungai. Secara umum penyebaran mangrove dapat berkembang dengan baik pada habitat dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a    Jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir, dengan bahan bentukan berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang/koral.
b    Habitat tergenang air laut berkala, dengan frekuensi sering (harian) atau hanya pada saat pasang purnama saja. Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.
c    Menerima pasokan air tawar yang cukup, baik berasal dari sungai, mata air maupun air tanah yang berguna untuk menurunkan kadar garam dan menambah pasokan unsur hara dan lumpur.
d    Berair payau (2-22 %) sampai dengan asin yang bisa mencapai salinitas 38 %.
Hutan mangrove di pesisir Kotawaringin Barat memiliki penyebaran yang terbatas hanya pada dua kecamatan yaitu Kumai dan Arut Selatan dengan luas masing-masing 6.068,40 Ha dan 725,40Ha. Di Kecamatan Kumai, hutan mangrove didapatkan pada sepanjang Sungai Kumai, Sungai Sekonyer, Teluk Pulai, Muara Sungai Arut Tebal, Sungai Baru, Sungai Cabang Timur, Tanjung Puting,Desa Kubu, Tanjung Keluang, Tanjung Pandan, Tanjung Penghujan, Desa Keraya, dan Desa Sebuai. Terdapat pula di Desa Teluk Bogam yang  luas mangrove di daerah ini meliputi sepanjang 1,5 Km2 dari luas daerah 82 Km², sedangkan di Desa Sungai Bakau sepanjang 3,5 Km2 dari luas daerah yang mencapai 111 Km². Sementara itu di Kecamatan Arut Selatan, meliputi Tanjung Kerasak, Pulau Samudra dan Tanjung Putri (Dinas Kelautan dan Perikanan 2007).
Komposisi jenis hutan mangrove pada berbagai strata pertumbuhan di Muara Sungai Kumai didominasi oleh jenis dari marga  Rhyzophora, jenis tumbuhan selain yang berhabitus perdu/semak dari marga Ricinus dan Ipomoea, tumbuhan berhabitus herba/menjalar dari marga Scaevola dan berhabitus palem dari marga Nypa.

Jenis dan Penyebaran Tumbuhan Mangrove
Beberapa jenis tumbuhan mangrove mayor dan minor yang terdapat disekitar pesisir Kotawaringin Barat (Dinas Kelautan dan Perikanan 2007).

Sementara itu dari golongan bivalvia-moluska-gastropoda yang terdapat pada daerah mangrove Kotawaringin Barat meliputi antara lain Anodontia sp,Laternulaap,Neritalineata, Sacostrea cucullata,Tellina sp,Perna viridis, Cerithidae sp,dan Littoria sp.
Kondisi mangrove di sepanjang pesisir pantai Kotawaringin Barat
Sumberdaya pada kawasan pesisir sering bersifat umum (open access) karena tidak jelasnya hak kepemilikan. Interaksi antara lahan dan laut melalui proses hidrologis dan arus laut sebagaimana pergerakan biotanya,menunjukkan bahwa pengembangan proyek dikawasan tersebut akan mengakibatkan dampak eksternal yang nyata. Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya pesisir sebagai suatu kegiatan sumber ekonomi memiliki jaminan yang lebih kuat dibanding sektor lainya untuk mencapai proses pembangunan yang berkelanjutan.Oleh karena itu, kita harus memenuhi UU No. 41 Tahun 1999Pasal 1 ayat 8-9  tentang Kehutananyang manatelah mengingatkan bahwa pengelolaan dan pelestarian hutan sebagai salah satu bagian terpenting dari lingkungan adalah mutlak dan wajib dilakukan (Anonim 2011).
Adapun kondisi masalah yang dialami adalah sebagai berikut:
1.    Kerusakan fisik akibat pengelolaan yang tidak terkendali seperti sedimentasi, erosi, pencemaran,pembukaan tambak, pembukaan lahan (Gambar 6 dan 7), penambangan liar (Gambar 8), dan penebangan mangrove.













Gambar 6. Pembukaan lahan untuk perkebunan sawit














Gambar 7. Pembukaan lahan untuk pemukiman (villa)







Gambar 8. Pembukaan lahan untuk pertambangan
2.    Belum adanya tata ruang pada wilayah pesisir dan laut di Kabupaten Kotawaringin Baratmenyebabkan lemahnya manajemen pengelolaan ekosistem mangrovesehinggakegiatan yang dilakukan masih sebatas studi pemetaan wilayah dan inventarisasi sumberdaya pesisir.
3.    Hingga kini peraturan yang ada masih belum jelas, sehingga tidak ada sinkronisasi antarinstansi terkait.
4.    Kemiskinan masyarakat pesisir yang mengakibatkan eksploitasi sumberdaya hayati.
Berdasarkan Dinas Kelautan dan Perikanan (2007), hutan mangrove disepanjang pesisir pantai Kotawaringin Barat termasuk hutan mangrove yang memiliki zonasi sederhana (zonasi campuran). Hal ini disebabkan komunitas tumbuhan yang dijumpai tidak membentuk tegakan murni dan zonasi yang jelas, sehingga dijelaskan kedalam zonasi sederhana.Kondisi penyebaran mangrove di dua Kecamatan Kumai dan Arut Selatan dapat digolongkan dalam tiga golongan yaitu kurang, sedang, dan tinggi, dapat dilihat pada Tabel 2.


Kotawaringin Barat masih memiliki hutan mangrove yang luas dengan kondisi baik yaitu 6.793 Ha (Tabel 3), dibanding daerah kondisi lainnya. Kondisi mangrove juga dipengaruhi oleh adanya pembukaan tambak dan penebangan mangrove itu sendiri yang kayunya dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Pembukaan tambak terjadi disekitar dekat Sungai Sekonyer, Sungai Cabang Timur/Tanjung Puting, Sungai Bakau dan Tanjung Putri. Sementara untuk penebangan pohon mangrove lebih banyak dilakukan pada daerah Sungai Cabang Timur/Tanjung Puting dan Sungai Bakau.

    Sekitar 30 Ha mangrove di Kabupaten Kotawaringin Barat dalam kondisi rusak parah (Gambar 9, 10 dan 11). Hal ini disebabkan oleh maraknya pembukaan tambak ikan di kawasan hutan mangrove sehingga mengalihfungsikan hutan mangrove menjadi tambak ikan, pembukaan untuk perumahan (villa), kebakaran lahan mangrove serta abrasi pantai yang cukup tinggi.Kondisi inilah yang membuat terganggunya ekosistem di wilayah pesisir Kotawaringin Barat meskipun perusakannya masih tahap yang wajar dan belum meresahkan.Ironisnya sampai detik ini belum ada tindakan dan perbaikan yang begitu berarti dari dinas-dinas yang menangani keterkaitan perusakan lingkungan karena tidak adanya sinkronisasi di antar instasi. Jika dibiarkan dalam jangka panjang kemungkinan besar peranan mangrove dipesisir akan hilang begitu saja, hal ini diperkuat Peraturan Menteri Kehutanan dimana kawasan mangrove yang tidak bisa ditebang adalah kawasan konservasi. Menteri Kehutanan sendiri hingga kini hanya menetapkan dua kawasan konservasi di Kotawaringin Barat, yaitu Taman Nasional Tanjung Puting dan Hutan Wisata Tanjung Keluang.Sementara kawasan yang rusak parah berada dipesisir pantai dan bukan merupakan hutan lindung.Sedangkan berdasarkan undang-undang di berbagai dinas, seperti Dinas Kehutanan dan Dinas Kelautan dan Perikanan, disebutkan bahwa seluruh hutan mangrove yang ada merupakan hutan konservasi yang tidak boleh dirusak (Anonim 2010). Padahal peranan mangrove bagi kelangsungan hidup habitat sangat penting mengingat tanaman ini memiliki multifungsi baik untuk biota laut maupun flora dan fauna pantai.























    Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan 2011.
Gambar 9.     Peta kerusakan mangrove di badan Sungai Kumai














    Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan 2011.
Gambar 10. Peta kerusakan mangrove di muara sungai Kumai













    Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan 2011.
Gambar 11. Peta kerusakan mangrove di pesisir Kotawaringin Barat




  
Gambar 12. Kegiatan reboisasi hutan mangrove di pesisir Pantai Kubu

Tahun 2008 dan 2010, Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, masyarakat pesisir, dan mahasiswa Universitas Antakusuma secara bersama-sama telah melaksanakan kegiatan reboisasi hutan mangrove di pesisir pantai Kubu (Gambar 12) dengan melakukan penanaman tanaman bakau. Berikut langkah-langkah solusi yang pernah ditawarkan meliputi rencana pengelolaan hutan mangrove, strategi dan kegiatan pengelolaan berdasarkan Dinas Kelautan dan Perikanan (2007):
Strategi 1.    Peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat mengelola jalur hijau, kegiatan:
a.    Sosialisasi peraturan desa mengenai pengelolaan jalur hijau
b.    Pembentukan kelompok pengelola mangrove
c.    Pelatihan pengelolaan mangrove
d.    Penentuan dan pemasangan patok batas jalur hijau
e.    Penyuluhan pemahaman masyarakat tentang jalur hijau
Strategi 2.    Perbaikan hutan mangrove, kegiatan:
a.    Penanaman dan pemeliharaan mangrove jalur hijau
b.    Pembuatan dan pemasangan alat pemecah ombak (APO)
c.    Penyuluhan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hutan mangrove
Strategi 3.    Penanggulangan abrasi pantai, kegiatan:
a.    Penyuluhan pemahaman masyarakat tentang penyebab dan akibat abrasi pantai
b.    Menanami tanah timbul dengan bakau berfungsi sebagai jalur hijau
c.    Pelatihan dan pemantauan penanggulangan abrasi pantai secara partisipatif.
Ketiga strategi yang pernah diajukan tersebut kurang optimal pelaksaannya karena lemahnya manajemen pengelolaan ekosistem mangrove menyebabkanmenyusutnyahutan mangrove akibat kebijakan pemerintah, seperti program pengembangantambak ekstensifikasi, kebijakan perluasan kawasan industri, pembukaan lahan untuk pembukaanpersawahan pasang surut, pemukiman dan lainnya. belum adanya satu persepsi pengelolaan mangrove dan kurang koordinasi dalam tataruang daerah.

Hambatan Pelestarian dan Pengelolaan Hutan Mangrove
Rencana pengelolaan ekosistem mangrove tidak berjalan sepenuhnya dengan apa yang telah ditawarkan oleh pihak terkait. Lemahnya manajemen menjadi alasan utama dari gagalnya pelestarian dan pengelolaan hutan mangrove yang menyebabkan penyusutan hutan mangrove. Berikut merupakanbeberapa hambatan pelestarian dan pengelolaan hutan mangrove:
•    Program reboisasi mangrove oleh pemerintah daerah dan masyarakat tidak dilakukan secara kontinyu sehinggakerusakan mangrove tidak dapat dikendalikan secara bertahap.
•    Tidak adanya kepastian hukum, terutama dalam penetapan (zonasi) area mangrove.
•    Pemanfaatan mangrove dieksplorasi secara besar-besaran oleh masyarakat sekitar pesisir sehingga ketersediaan mangrove di alam menjadi terbatas.
•    Masih kurangnya kontribusi berupa materi dari pemerintah, swasta maupun masyarakatuntuk berbagai program rehabilitasi hutan mangrove.
•    Terbatasnya data dan informasi (lokasi, sebaran, status dan kondisi mangrove).
•    Terbatasnya peta hutan mangrove yang meliputi kawasan yang dilindungi (cagar alam, suakaalam, suaka margasatwa, hutan lindung) dan kawasan budi daya (produksi dan konversi) di Kotawaringin Barat.


Pihak-Pihak Pendukung Kegiatan Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove

Pihak-pihak yang dapat membantu dalam pelestarian dan pengelolaan hutan mangrove yaitu:
1.    Dinas Kehutanan
2.    Dinas Kelautan dan Perikanan
3.    Badan Lingkungan Hidup
4.    Dinas Pariwisata
5.    Balai Konservasi Sumberdaya Alam
6.    Universitas atau sekolah-sekolah
7.    Masyarakat pesisir yang bertempat tinggal disekitar kawasan







Langkah-Langkah Strategis dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Penyebaran dan kondisi mangrove yang ada di Kotawaringin Barat dapat menjadi acuan dalam melakukan langkah-langkah pengelolaan ekosistem mangrove.Oleh sebab itu diperlukan upaya-upayasebagai berikut:
1.    Perlunya perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap kondisi mangrove yang ada di Kotawaringin Barat.
2.    Meningkatkan peran serta masyarakat dalam budidaya mangrove.
3.    Mencegah kerusakan lebih lanjut hutan mangrove dengan cara melanjutkan kembali program reboisasi secara bersama melibatkan pihak-pihak terkait, dan masyarakat pesisir.
4.    Melibatkan mahasiswa untuk melakukan penelitian tentang mangrove yang terdiri dari ekosistem, hasil bumi, manfaat di bidang medis, dan lain-lain.
5.    Sosialisasi mangrove ke sekolah-sekolah dengan harapan dapat menumbuhkan wawasan dan sikap peduli mangrove sejak dini.
6.    Membentuk organisasi masyarakat Peduli Mangrove.
7.    Mencari dan menyediakan data serta informasi tentang kondisi mangrove yang akurat, dokumentasi dan publikasi.
8.    Upaya mitigasi bencana alam dan lingkungan dalam bentuk penanaman vegetasi pantai termasuk mangrove serta upaya non-fisik dalam bentuk penyusunan peraturan, penyadaran masyarakat dan penyusunan tata ruang.
9.    Pengembangan kawasan eko-wisata yang berbasis pada pendekatan pemeliharaan dan konservasi alam, dengan prinsip yang cukup sederhana yang memperhitungkan estetika wilayah pantai sehingga menjadi daya tarik tersendiri.



KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:
1.    Jenis tumbuhan mangrove mayor adalah Bakau Besar (Rhizophora mucronata) sertamangrove minor meliputi Gedangan (Aegiceras corniculatum) dan Pidada (Sonneratia caseolaris) yang terdapat di sekitar pesisir Kotawaringin Barat dengan wilayah penyebaranterbatas hanya pada dua kecamatan yaitu Kumai dan Arut Selatan dengan luas masing-masing 6.068,40 Ha dan 725,40 Ha.
2.    Kondisi masalah yang dialami meliputi kerusakan fisik, lemahnya manajemen pengelolaan ekosistem mangrove ditunjang dengan peraturan yang masih belum jelas, dan kondisi masyarakat pesisir yang berada di bawah garis kemiskinan.
3.    Menyatukan visi misi antara pihak-pihak terkaitdan masyarakat pesisir dengan melibatkan mahasiswa sebagai media sosialisasi dalam rangka melaksanakan program pelestarian, budidaya, dan pengelolaan mangrove secara kontinyu.
4.    Diharapkan dengan diangkatnya artikel mangrove ini dapat memberikan dampak yang positif bagi pihak-pihak yang berkompeten untuk mengelola, memonitoring, dan mengembangkan hutan mangrove serta masyarakat pesisir dapat berperan serta dalam menjaga kelestarian hutan mangrove yang terdapat di Kotawaringin Barat.



DAFTAR PUSTAKA
Anneahira. 2011. Hutan Mangrove. http://www.anneahira.com/hutan-mangrove.htm. [Diakses 22 Desember 2011].
Anonim. 2010. Hutan Mangrove Rusak Parah. http://kotawaringinbaratkab.go.id/pde/index.php?option=com_content&view=article&id=250:30-hutan-mangrove-rusak-parah&catid=39:berita-umum&Itemid=71. [Diakses 22 Desember 2011]
_______. 2011. Letak Geografis Kalimantan Tengah. http://www.wetlands.or.id/wdb/siteinfo.php?SITE_COD=KAL08. [Diakses 22 Desember 2011].
_______. 2011. Matoa Hutan Mangrove.http://matoa.org/hutan-mangrove/. [Diakses 22 Desember 2011].
_______.2011.SelamatkanMangrove.http://fertobhades.wordpress.com/2007/10/15/selamatkan-mangrove/. [Diakses 22 Desember 2011].
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan.2007. Identifikasi Penyebaran Kondisi Mangrove, Terumbu Karang, dan Padang Lamun Di Kotawaringin Barat.[Laporan Akhir]. Palangka Raya:CV Gatang Putera Mandiri.
_______. 2007. Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Estuaria Kumai. [Laporan Akhir]. Palangka Raya: CV Ciptajasa Pratama.
_______.2011. Data Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kabupaten Kotawaringin Barat 2011. Pangkalan Bun: Dinas Kelautan dan Perikanan.
Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
_______. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor:  Institut Pertanian Bogor.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerjemah: M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo, S. Sukardjo. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Santoso, N., H.W. Arifin. 1998. Rehabilitas Hutan Mangrove Pada Jalur Hijau DiIndonesia. Jakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove (LPP Mangrove).
Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. [Makalah].Jakarta:  Seminar Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000.




                               

1 komentar:

  1. trima ksh saudara bondan ats informasinya,,,sya jd bs buat tgs ne, hahahaha

    BalasHapus